Monday, April 23, 2012

“Ustadz, saya ingin bunuh diri.”




Dalam sebuah perbincangan hangat besama keluarga tentang NLP (Neuro Linguistic Programming), aku dan adikku Nasrullah yang pernah mengikuti pelatihan NLP mempunyai pandangan yang sama. Bahwa Islam telah mengajarkan aplikasi dari NLP jauh sebelum NLP itu ditemukan. Namun kita tetap perlu mempelajari ilmu NLP, karena dalam banyak hal, ia menjelaskan berbagai hal tentang Islam, dan kita mungkin saja menemukan hikmah di balik ajaran-ajaran Islam. 



Anchoring, meta model, repetisi, otak bawah sadar, hypnotherapy, dan istilah-istilah lain yang terkait dengan NLP mewarnai diskusi kami.



Ketika pembicaraan kami membahas tentang penyembuhan fobia, Nasrullah kemudian menceritakan salah satu pengalaman temannya, seorang ibu dari 3 anak.



Diawali dari SMS seorang ibu, yang bertuliskan, “Ustadz, saya ingin bunuh diri.”

Ustadz Nasrullah bingung ingin memberi solusi apa. Terlebih, dalam kondisi demikian, beliau harus hati-hati memberikan solusi.

“Tenang dulu bu. Ada apa sehingga ibu berkata ingin bunuh diri?”



Ibu itu lalu menceritakan kejadiannya dengan menelpon sang Ustadz.



“Ketika itu, kami sedang bersiap untuk bepergian. Ayahnya anak-anak, menyiapkan mobil sementara saya menyiapkan perbekalan di dapur. Suami saya memundurkan mobil, tanpa menyadari kalau… anak kami yang ketiga, anak lelaki yang lucu yang berusia 2 tahunan, berada di belakang mobil. Hiks..hiks.. Suami saya berhenti ketika beliau merasakan mobilnya menabrak sesuatu. Beliau segera turun dan terpukul dengan apa yang dilihatnya… Anak kami terkapar bersimbah darah, dan… telah meninggal dunia… “



“Suami saya menangis dengan kerasnya, menyesali diri, walaupun tentu saja kecelakaan ini bukan salahnya. Dika berlari dengan riang ke arah belakang mobil tanpa ada yang menyadari. Keberadaannya tidak terlihat dari kaca spion kanan atau pun kiri.”



“Kedua kakak perempuan mereka ikut menyaksikan kejadian itu, dan ikut terpukul.”



“Ustadz… kami berempat frustrasi. Rasanya ingin kami mengakhiri hidup kami, agar segera bertemu dengan Dika…”

“Ibu, saya bisa memahami perasaaan ibu. Saya ingin ibu menenangkan diri dulu dengan berwudhu. Setelah berwudhu, ibu bisa menghubungi saya kembali. Tolong pastikan, wudhu ibu adalah wudhu yang terbaik, yang terjaga semua syarat-syarat sahnya”



Sang Ustadz sebenarnya bingung, tidak tahu ingin berkata apa, sehingga meminta ibu itu berwudhu terlebih dahulu, sementara beliau berfikir, mencari solusi yang tepat.



Lalu ibu itu mengirimkan SMS, “Ustadz, saya sudah berwudhu.”



“Bagaimana perasaan ibu?”



“Masih sama, Ustadz.”



Ustadz menuliskan, “tolong ibu lanjutkan dengan shalat yang khusyu dan terjaga syarat-syarat sahnya.”



“Berapa rakaat ustadz”?



“Terserah ibu.”



Kebetulan shalat ibu itu bukan pada waktu shalat fardhu, sehingga yang dilakukannya adalah shalat sunnah.



Beberapa menit kemudian, ibu itu mengirimkan SMS kembali, “Ustadz, saya sudah shalat”



“Bagaimana perasaan ibu?”



“Sedikit lebih tenang, tapi masih resah.”



“Baiklah, silakan ibu ambil Al-Qur’an, duduk dengan tenang, lalu buka secara acak. Insya Allah, Allah lah yang akan memberikan jawabannya.”



“Baik, Ustadz.”



Tak lama, datang lagi SMS dengan kalimat, “Ustadz, saya sudah dapat jawabannya, terima kasih Ustadz. Saya akan sampaikan ke keluarga besar saya.”



Alhamdulillah. Keluarga itu lalu mengikhlaskan kecelakan itu. Beberapa bulan kemudian, ada kabar dari sang ibu, bahwa ia melahirkan anak lelaki.



Subhanallah. Surat dan ayat berapa yang ditemukan oleh ibu itu?

Ternyata, surat Al-Kahfi, ayat 4 sampai 7. Mari kita resapi.



Ayat 4:

Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, “Allah mengambil seorang anak”.



Ayat 5:

Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.

(Bisa saja orang lain menyalahkan mereka, mmengataka mereka ceroboh tidak menjaga anak mereka dengan baik. Atau ibu itu sendiri mungkin saja mengatakan, “kenapa anak saya?”, “ Allah tidak adil”, dan lain sebagainya).



Ayat 6:

Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an).



Ayat 7:

Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”

(Anak adalah salah satu perhiasan)



Allah dan ayat-ayat-Nya adalah penyembuh fobia yang terbaik.



Kejadian ini adalah kisah nyata.

No comments:

Post a Comment